JATIMTIMES - Polemik terkait Bupati Aceh Selatan Mirwan MS yang memilih berangkat umrah saat daerahnya dilanda bencana memicu perhatian besar dari berbagai pihak, termasuk Presiden Prabowo Subianto. Bahkan, dorongan untuk mencopot Mirwan dari jabatannya kini menguat dan menjadi sorotan nasional.
Insiden ini bermula ketika Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem menyampaikan kekesalannya karena Mirwan meninggalkan wilayahnya di tengah kondisi darurat. Situasi tersebut kemudian dibahas dalam rapat terbatas penanganan bencana Sumatra yang dipimpin Presiden Prabowo di Lanud Sultan Iskandar Muda, Aceh, Minggu (7/12/2025).
Baca Juga : Transformasi Digital Berbuah Manis, Pemkot Blitar Sabet Penghargaan Digitalisasi PAD Terbaik dari BI
Presiden Prabowo: “Kalau Lari, Copot Saja”
Dalam rapat tersebut, Presiden Prabowo secara tegas meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk memproses pencopotan kepala daerah yang meninggalkan tugas saat bencana.
“Kalau yang mau lari, lari aja, copot itu. Mendagri bisa ya diproses. Bisa?” ujar Prabowo.
Presiden bahkan menyinggung istilah desersi yang dalam konteks ketentaraan berarti meninggalkan tugas dalam keadaan bahaya untuk menggambarkan tindakan Mirwan.
Gerindra Usulkan Pemberhentian Sementara
Sikap tegas juga datang dari internal partai. Ketua Harian DPP Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan partainya telah mengajukan permintaan kepada Kemendagri untuk mengevaluasi sekaligus memberhentikan sementara Bupati Aceh Selatan.
"Selain dibina, yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara agar dapat ditunjuk Plt yang bisa memimpin penanganan bencana dengan benar,” ujar Dasco.
Gerindra juga menyerahkan keputusan pemberhentian permanen sepenuhnya kepada DPRD Aceh Selatan sesuai mekanisme hukum.
DPRD Memegang Peran Penting
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda, menjelaskan bahwa pencopotan resmi seorang bupati tidak bisa dilakukan secara sepihak. Prosesnya harus melalui DPRD sesuai amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Ia menilai langkah Partai Gerindra yang lebih dulu mencopot Mirwan dari jabatan ketua partai di Aceh Selatan menunjukkan keseriusan. "Saya kira proses politik pasti akan berjalan. Kita tunggu hasil pemeriksaan Kemendagri agar dasar keputusannya objektif,” ujar Rifqinizamy.
Menurutnya, Kemendagri memang bisa memberikan sanksi berupa pemberhentian sementara, tetapi keputusan permanen tetap melibatkan DPRD dan mekanisme peradilan administratif di Mahkamah Agung.
Bagaimana Mekanisme Pencopotan Bupati Menurut Undang-Undang?
Berikut rangkuman mekanisme pemberhentian kepala daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014:
1. Pasal 76: Larangan bagi Kepala Daerah
Salah satu larangan tegas adalah kepala daerah tidak boleh meninggalkan tugas lebih dari 7 hari, berturut atau tidak berturut, tanpa izin gubernur.
Mirwan disebut meninggalkan wilayah tanpa izin, sehingga larangan ini dapat menjadi dasar evaluasi.
2. Pasal 78: Alasan Kepala Daerah Diberhentikan
Kepala daerah dapat diberhentikan karena:
- melanggar sumpah jabatan,
- tidak melaksanakan kewajiban,
- melanggar larangan pasal 76,
- melakukan perbuatan tercela,
- berhalangan tetap,
- atau diberhentikan atas usulan politik.
3. Pasal 79: Prosedur Usulan Pemberhentian
Untuk pemberhentian karena pelanggaran tertentu, prosesnya adalah:
- DPRD menggelar rapat paripurna,
- kemudian DPRD mengusulkan pemberhentian kepada Presiden melalui Mendagri (untuk bupati) setelah disepakati secara politik,
- jika DPRD tidak mengusulkan, Mendagri tetap dapat memproses pemberhentian berdasarkan usulan gubernur.
4. Pasal 80: Peran Mahkamah Agung
Baca Juga : Selasa Kliwon 9 Desember 2025, Waspadai Musuh di Sekitar? Simak Ramalan Weton Hari Ini
Untuk kasus yang berkaitan dengan pelanggaran sumpah jabatan, kewajiban, atau larangan:
- DPRD lebih dulu menetapkan pendapat politik,
- MA wajib memeriksa dan memutus dalam 30 hari,
- jika MA mengabulkan, Mendagri wajib menerbitkan SK pemberhentian maksimal 30 hari setelah putusan diterima.
Dari seluruh aturan tersebut, jelas bahwa mekanisme pencopotan bupati tidak serta-merta dilakukan oleh Presiden maupun Mendagri. DPRD Aceh Selatan menjadi kunci proses politiknya, sementara Mahkamah Agung menjadi penentu legalitasnya.
Di sisi lain, Kemendagri dapat mengambil langkah cepat berupa pemberhentian sementara jika dianggap diperlukan demi kelancaran penanganan bencana.
Kini, proses evaluasi tengah berjalan. Publik menunggu apakah Mirwan MS akan dikenai sanksi sementara atau diberhentikan secara permanen sesuai prosedur hukum yang berlaku.
