Jatim Times Network Logo
Poling Pilkada 2024 Agama Ekonomi Gaya Hukum dan Kriminalitas Kesehatan Kuliner Olahraga Opini Otomotif Pemerintahan Pendidikan Peristiwa Politik Profil Ruang Mahasiswa Ruang Sastra Selebriti Tekno Transportasi Wisata
Poling Pilkada 2024
Peristiwa

Fadli Zon di Candi Penataran Blitar: Budaya Jadi Mesin Pembangunan

Penulis : Aunur Rofiq - Editor : Yunan Helmy

14 - Sep - 2025, 14:08

Placeholder
Menteri Kebudayaan Fadli Zon didampingi Wali Kota Blitar Mas Ibin serta jajaran kepala OPD Pemkab Blitar saat meninjau relief Candi Penataran, Sabtu (13/9) petang. (Foto: Instagram @fadlizon)

JATIMTIMES – Senja yang jatuh di lereng Gunung Kelud membawa rombongan Kementerian Kebudayaan menuju kompleks Candi Penataran di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Sabtu sore (13/9/2025). Dalam kunjungan kerja perdananya ke Blitar, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon memilih langkah awal dengan menjejakkan kaki di salah satu situs arkeologi terbesar di Jawa Timur itu.

Batu-batu andesit yang disusun sejak masa Raja Kertajaya dari Kerajaan Kediri hingga pemerintahan Ratu Suhita dari Majapahit berdiri kokoh di tengah peradaban modern. Candi Penataran bukan hanya tinggalan arsitektur, melainkan penanda perjalanan panjang Nusantara.

Baca Juga : Permainan Gasing dari Penghapus Viral di Medsos, Ini Bahaya yang Perlu Diwaspadai

“Candi ini memiliki arti penting bagi cagar budaya di Jawa Timur. Ia mencatat kesinambungan sejarah dari Kediri, Singasari, hingga Majapahit,” ujar Fadli Zon dalam wawancara usai peninjauan.

Kunjungan tersebut, menurut Fadli Zon, adalah wujud komitmen pemerintah untuk merawat memori kolektif bangsa. Bagi Fadli, warisan budaya bukan sekadar artefak masa lalu, melainkan sumber inspirasi, pendidikan, sekaligus identitas bangsa. “Kita ingin budaya menjadi mesin pembangunan yang mampu memberi arah bagi masa depan,” kata dia.

Dalam sambutannya saat membuka puncak Keroncong Svaranusa di Alun-Alun Kota Blitar pada hari yang sama, Fadli menegaskan kembali amanat Pasal 32 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia. Ia menekankan, mandat konstitusi itu bukan sekadar slogan, melainkan arah kebijakan yang harus diwujudkan secara nyata.

Indonesia, lanjutnya, adalah negeri yang “sangat tua dan sangat kaya”. Dari Sabang hingga Merauke, dari Pulau Nias hingga Rote, tersebar 1.340 kelompok etnis dengan 718 bahasa lokal yang masih dituturkan. Kekayaan budaya yang tercatat di Kementerian Kebudayaan mencapai 2.213 warisan, meski baru 16 yang masuk daftar UNESCO. “Potensinya puluhan ribu. Ini adalah megadiversity yang tidak ada tandingannya,” ungkap Fadli.

Ia menekankan bahwa budaya harus dipandang sebagai harta karun atau treasure yang nilainya melampaui komoditas alam. Batu bara, nikel, dan minyak suatu saat akan habis, tetapi budaya akan terus hidup sepanjang ada manusia yang menjaganya. Karena itu, budaya perlu diposisikan sebagai sumber kehidupan yang berkelanjutan, bahkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi.

Fadli menegaskan bahwa arah pembangunan budaya ke depan akan bersinergi dengan penguatan cultural creative industry atau industri kreatif berbasis budaya. Dunia kini, menurut dia, sedang bergerak menuju ekonomi budaya yang memberi nilai tambah bukan hanya secara simbolik, tetapi juga material. Seni pertunjukan, musik tradisional, kuliner lokal, permainan rakyat, hingga manuskrip kuno memiliki potensi besar untuk menjadi basis ekonomi kreatif Indonesia.

“Budaya inilah yang akan lestari dan memberi kehidupan. Ia bukan sekadar kenangan, tapi modal utama untuk masa depan,” ujarnya.

Dengan nada optimistis,  Fadli menambahkan bahwa jika dikelola dengan serius, budaya bisa menjadi penggerak ekonomi nasional yang berkelanjutan, sekaligus memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.

Rencana Pemugaran

Fadli Zon

Selain meninjau struktur utama Candi Penataran, Fadli juga menyampaikan rencana Kementerian Kebudayaan untuk melakukan pemugaran dalam waktu dekat. Setelah pemugaran Candi Jago di Malang, Candi Penataran masuk dalam daftar prioritas revitalisasi. Upaya itu diharapkan dapat memperkuat fungsi cagar budaya sebagai pusat pembelajaran, penelitian, dan destinasi wisata sejarah.

Menurut Fadli, pelestarian situs kuno tidak hanya berhenti pada konservasi fisik. Lebih penting lagi adalah bagaimana candi-candi itu dihidupkan kembali sebagai ruang publik yang memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar. Dengan demikian, nilai historis berpadu dengan potensi ekonomi, menjadikan situs budaya sebagai aset yang produktif.

Kunjungan menbud ke Blitar sekaligus menjadi momentum penting bagi pemerintah daerah. Kota Blitar dan Kabupaten Blitar memiliki reputasi sebagai ruang pertemuan sejarah besar bangsa, mulai dari peradaban klasik Jawa hingga era kemerdekaan. Dengan perhatian pemerintah pusat, peluang pengembangan destinasi budaya dan wisata sejarah semakin terbuka lebar.

Pemerintah Daerah Blitar menyambut langkah ini sebagai bagian dari strategi pembangunan berkelanjutan. Penguatan ekosistem budaya dipercaya akan memperkaya batin masyarakat sekaligus menciptakan dampak ekonomi positif. Pariwisata berbasis sejarah dan budaya diyakini bisa menjadi pilar baru pembangunan kota, mendukung ekonomi lokal, dan memperluas lapangan kerja.

Baca Juga : Benarkah BSU Cair September 2025? Ini Fakta, Kriteria, dan Cara Pengecekan Online

Saat membuka puncak Keroncong Svaranusa di Alun-Alun Blitar, Fadli kembali menekankan bahwa pelestarian budaya bukan pilihan, melainkan keharusan. Ia menyebut budaya sebagai mesin yang tak pernah berhenti bekerja selama manusia mau merawatnya. “Kalau batu bara dan minyak bisa habis, budaya akan terus ada. Inilah mesin yang akan membawa kita ke depan,” tegasnya.

Candi Penataran yang berdiri megah di Blitar seakan menegaskan bahwa peradaban besar lahir dari kesadaran akan budaya. Dari sinilah muncul tanggung jawab negara: memastikan warisan itu tetap hidup, bukan hanya di ruang ingatan, tetapi juga dalam denyut pembangunan. Maka, setiap kunjungan ke situs ini bukan sekadar napak tilas sejarah, melainkan juga pernyataan visi kebudayaan Indonesia ke depan. Dari Penataran, gema pesannya jelas: budaya adalah mesin pembangunan bangsa.

Penataran: Candi Negara Majapahit yang Menyimpan Jejak Ken Arok hingga Hayam Wuruk

Candi Penataran, atau Palah, terletak di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian sekitar 450 meter. Lebih dari sekadar peninggalan arkeologis, kompleks Hindu Siwaitis ini merekam dinamika politik dan spiritual Jawa sejak masa Kadiri hingga kejayaan Majapahit.

Bukti tertua keberadaan Penataran berasal dari Prasasti Palah berangka tahun 1119 Saka (1197 M), dikeluarkan oleh Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri. Prasasti itu mencatat perintah raja membangun sebuah linggapala untuk memuja Bathara Palah. Tujuannya jelas: menangkal mara bahaya akibat letusan Gunung Kelud yang kerap menghancurkan permukiman dan lahan pertanian. Dengan demikian, sejak awal Penataran dibangun sebagai candi gunung, simbol harmoni antara kekuasaan raja, dewa, dan alam.

Memasuki abad ke-13, perhatian terhadap Palah muncul kembali pada masa Kertanegara, penguasa terakhir Singhasari. Ia mendirikan Candi Naga dengan relief sembilan manusia menyangga tubuh naga, candrasengkala “Naga muluk sinangga jalma”, penanda tahun 1208 Saka (1286 M). Penegasan ini menunjukkan kesinambungan politik: dari Kadiri ke Singhasari, Palah tetap menjadi pusat legitimasi.

Di masa Majapahit, fungsi Penataran meningkat tajam. Pada masa Jayanegara, Tribhuwana Tunggadewi, hingga Hayam Wuruk, candi ini bertransformasi menjadi candi negara dengan status dharma lepas. Nagarakretagama karya Mpu Prapanca (1365) mencatat kunjungan Hayam Wuruk ke Palah dalam rangkaian perjalanannya keliling Jawa Timur. Di sana ia melakukan pemujaan kepada Sang Hyang Acalapati, manifestasi Siwa sebagai penguasa gunung. Kehadiran raja meneguhkan Palah sebagai ruang sakral sekaligus panggung politik.

Dugaan menarik muncul dari gelar Ken Arok, pendiri wangsa Rajasa, yang disebut sebagai Girindra atau Girinatha. Kesamaan gelar ini dengan sebutan Girindra di Nagarakretagama memunculkan hipotesis bahwa Penataran bisa menjadi tempat pedharmaan Ken Arok. Jika benar, maka situs ini menyimpan lapisan makna spiritual sekaligus dendam sejarah: seorang raja yang lahir dari konflik berdarah, dicandikan di sebuah kompleks yang terus dipuja lintas generasi.

Kompleks Penataran sendiri luas dan bertingkat. Bale Agung dan Pendopo Teras, berangka tahun 1375 M, dihiasi relief kisah Bubhuksah–Gagang Aking dan Sri Tanjung, narasi moral tentang kesetiaan dan pengorbanan. Di halaman belakang, Candi Induk menjulang dengan tiga teras, penuh relief Ramayana dan Krishnayana. Tahun termuda di kompleks ini tercatat 1337 Saka (1415 M), masa Raja Wikramawardhana, menandai akhir kesinambungan panjang pemujaan.

Fadli

Penataran juga hidup dalam tradisi pasca-Majapahit. Kronik Sunda abad ke-15 tentang Bujangga Manik menyebut “Rabut Palah” sebagai tempat ziarah dan belajar agama yang ramai. Namun, seiring waktu, situs ini terabaikan, hingga dicatat kembali oleh Thomas Stamford Raffles pada 1815.

Kini, Candi Penataran berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan. Ia bukan sekadar monumen bisu, melainkan simpul ideologi: dari usaha menaklukkan Kelud, legitimasi kekuasaan raja, hingga ingatan kolektif bangsa. Dari Palah, pesan itu bergema: budaya adalah mesin peradaban, sejauh manusia mau merawatnya.


Topik

Peristiwa Candi Penataran Menbud Fadli Zon Blitar warisan sejarah



JatimTimes Media Terverifikasi Dewan Pers

UPDATE BERITA JATIM TIMES NETWORK

Indonesia Online. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari JatimTIMES.com dengan klik Langganan Google News Jatimtimes atau bisa menginstall aplikasi Magetan Times News melalui Tombol Berikut :


Penulis

Aunur Rofiq

Editor

Yunan Helmy