Wacana Penutupan Pesantren, Hasanuddin Wahid: Mereka yang Usul Tutup Pesantren Tak Tahu Sejarah

Reporter

Hendra Saputra

13 - Oct - 2025, 01:38

Anggota Komisi XI DPR RI, Hasanuddin Wahid saat ditemui di Kota Malang, Senin (13/10/2025) (foto: Hendra Saputra/JatimTIMES)

JATIMTIMES - Wacana penutupan pesantren kembali mencuat ke permukaan setelah beberapa insiden yang menyangkut dunia pendidikan Islam tradisional itu menjadi sorotan. Namun, reaksi keras langsung datang dari Anggota Komisi XI DPR RI, Hasanuddin Wahid, yang menyebut bahwa gagasan tersebut lahir dari mereka yang tidak memahami sejarah dan kontribusi pesantren terhadap bangsa. 

Dalam sebuah acara sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan di STAIMA Al-Hikam Malang, Hasanuddin Wahid menegaskan bahwa pesantren adalah pilar pendidikan bangsa yang sudah ada jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.

Baca Juga : Pemkot Surabaya Kembangkan SITALAS Guna Perencanaan hingga Evaluasi Kebijakan Responsif Anak

“Pesantren itu pilar pendidikan bangsa. Jangan sampai ditutup hanya karena segelintir oknum yang tidak paham dunia pesantren. Yang bersalah silakan dihukum, tapi menutup pesantren adalah bentuk pola pikir yang sesat,” tegas Hasanuddin di hadapan mahasiswa dan santri Al-Hikam, Senin (13/10/2025).

STAIMA Al-Hikam Malang sendiri merupakan salah satu contoh konkret bagaimana pesantren menjadi bagian integral dari pembentukan karakter kebangsaan. Didirikan oleh tokoh besar NU, KH Hasyim Muzadi, lembaga ini mengintegrasikan pendidikan tinggi dengan nilai-nilai pesantren, menjadikannya tempat ideal untuk menanamkan Empat Pilar Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Mahasiswa di sini bukan hanya akademisi, mereka juga santri. Jadi tidak ada dualisme. Mereka belajar moral, adab, nasionalisme, dan nilai-nilai luhur agama sekaligus,” ungkap pria yang juga akrab disapa Cak Udin itu.

Hasanuddin juga menyinggung ketidakadilan dalam penegakan hukum. Terutama saat pesantren diminta tutup hanya karena isu administratif seperti IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

“Banyak lho rumah mewah tak ber-IMB tapi dibiarkan. Kenapa pesantren yang langsung diminta tutup? Jangan salahkan lembaga, salahkan oknumnya,” tegasnya.

Sebagai perbandingan, data dari Kementerian Agama RI (2025) menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 36 ribu pesantren aktif di Indonesia, yang menampung sekitar 5 juta santri. Dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang pernah tersandung persoalan hukum atau kekerasan. Sayangnya, kasus-kasus tersebut kerap dijadikan alasan untuk menggiring opini publik terhadap generalisasi buruk terhadap pesantren.

Acara yang digelar di STAIMA Al-Hikam ini bukan hanya sekadar seminar formal. Ini adalah bukti nyata bahwa pesantren bisa menjadi pelopor dalam menjaga keutuhan bangsa melalui nilai-nilai luhur.

Baca Juga : NU Surabaya Soroti Disparitas Sekolah Umum dan Pesantren, Komisi X DPR RI Carikan Solusi

“Kita hadirkan Empat Pilar di sini bukan sekadar simbolik. Ini karena pesantren seperti Al-Hikam adalah cermin dari nilai-nilai kebangsaan itu sendiri. Jangan diragukan kontribusinya,” jelas Hasanuddin, yang juga dikenal sebagai politisi muda dari PKB.

Ia juga menambahkan bahwa pembangunan pesantren menggunakan dana APBN adalah hal yang wajar, selama dilakukan secara proporsional dan akuntabel.

“Kalau pemerintah bangun jalan, jembatan, sekolah negeri, kenapa pesantren tidak? Mereka juga bagian dari masyarakat. Ini bentuk apresiasi negara,” tambahnya.

Menanggapi pertanyaan media tentang masa depan pesantren yang sedang mendapat sorotan, Hasanuddin menegaskan bahwa proses hukum harus berjalan adil, tapi tidak boleh dijadikan dalih untuk menutup lembaga pendidikan yang telah mencetak jutaan generasi bangsa.

“Mari kita selamatkan santri, selamatkan generasi. Tapi jangan lumpuhkan pesantrennya. Itu sama saja memutus akar dari peradaban bangsa,” pungkasnya.